.
News Update :

Loading...
Hay Sobat Jangan Lupa Di kirim dan Share Ya Klo kamu suka...!!!

Eksotika Si Tanjung Bunga, Flores

Rabu, 18 April 2012



Flores, salah satu pulau di Nusa Tenggara Timur ini makin dikenal saat Pulau Komodo menjadi nominasi New 7 Wonders of The World. Padahal jelajah wisata di sana amat beragam, dari pemandangan alam nan elok, bangunan bersejarah, hingga tradisi budaya setempat yang layak jadi tempat pelarian sejenak dari riuhnya Ibu Kota. Yuk, ikuti ‘pelarian’ NOVA menjelajahi bumi Flores yang eksotik ini.

Di abad ke-16, pedagang dan kaum misionaris dari Portugis tiba di daerah ini dan memberi nama yang sungguh indah, Cabo de Flores. Dalam Bahasa Portugis, artinya ‘tanjung bunga’. Hingga kini pengaruh Portugis meninggalkan jejak yang cukup kuat dalam bahasa, budaya, dan agama penduduk Flores.

Ragam budaya Portugis yang kemudian berasimilasi dengan budaya Indonesia ini dipamerkan dalam Pekan Pesona Flores (PPF) 2012 yang digelar pada 17-21 Februari lalu. Acara yang baru pertama kali digelar ini diselenggarakan oleh Keuskupan Maumere, bekerjasama dengan Yayasan Arek Lintang, Efapa (Empowerment For Archipelago People Alliance ), Komunitas Sahabat Flores serta Perkumpulan Usaha Katolik yang mengangkat tema Maumere In Love .

Cuaca panas menyambut kami di Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Kota terbesar dan pintu gerbang lalu lintas barang di wilayah timur Flores ini pernah diguncang tsunami dahsyat di tahun 1992. Maumere juga merupakan kota terkecil di dunia yang pernah dikunjungi mendiang Sri Paus Yohanes Paulus II pada 1989. Sejenak kami menikmati embusan angin Pantai Waira di tepian Flores Sao Wisata, sekitar 10 km dari pusat kota. Siang itu, halaman Katedral Keuskupan Maumere telah siap menyambut pembukaan PPF 2012.

Yuliati Umrah , pendiri Yayasan Arek Lintang (ALIT) sekaligus panitia PPF menjelaskan awalnya ia melatih OMK (Orang Muda Katolik) dari empat paroki di Sikka, Maumere, untuk berwirausaha, “Mereka belajar bikin bambu gazebo, kerajinan tangan, gerabah, dan pengolahan ikan, tapi bingung mau dijual ke mana. Saya anjurkan untuk buat bazar keliling ke tiap gereja. Lama-lama bazar berkembang jadi skala besar hingga jadi acara ini,” ujar Yuliati.

PPF dipersembahkan pemuda setempat untuk masyarakat luas sekaligus mengenalkan Flores kepada dunia luar. “Banyak kabupaten lain ingin berpartisipasi. Ada dari Ende, Bajawa, dan banyak lagi. Saya bersyukur acara ini juga didukung Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu.” Yuli yakin Flores yang potensial dengan alam dan budayanya dapat menarik minat wisatawan lokal maupun asing. “Inginnya acara ini jadi agenda tahunan dengan peserta lebih banyak, agar dunia tahu Flores bukan hanya Pulau Komodo. Selain itu, makin banyak masyarakat yang terlibat dan tahu cara berwirausaha, pasti mengurang angka migrasi ke Pulau Jawa. Bumi Flores ini begitu kaya!” ujar Yuli mantap.

Hari Pasar yang Meriah
Beruntung NOVA datang ke Pasar Geliting di Kabupaten Kewapante pada hari Jumat. Di hari pasar tersebut, ratusan orang datang dari berbagai pelosok desa dan perbukitan untuk berjual-beli hasil kebun, tangkapan laut, kain tenun, dan kebutuhan rumah tangga yang dipasok dari Pulau Jawa.
Sanagt menarik melihat perpaduan modern dan tradisional yang memberi pengaruh pada masyarakat Flores. Di tepi jalan, sejumlah nelayan menawarkan hasil tangkapan laut sambil asyik mendengarkan musik lewat MP3 Player. Sementara di depannya, berseliweran kaum mama (ibu) mengenakan utan (kain tenun yang dililit menjadi sarung) dan limanteke (kebaya bertangan besar). Sebagai tempat membawa barang belanjaan, mereka menggantungkan liun  (tas anyaman) di konde berhias we (tusuk konde berbentuk bunga).

Hangatnya Moke & Ja’i
Acara di Flores hambar rasanya tanpa kehadiran ikan bakar dan moke. Maka saat aneka ikan bakar dihidangkan dengan aneka sambal yang menggugah selera di Pesta Rakyat, NOVA tak kuasa menolak. Tuna, kakap, kerapu, baronang, dan bubara berukuran besar dimasak serempak oleh 35 kelompok peserta lomba bakar ikan. Pesta makin semarak dengan kehadiran moke, sejenis arak khas Flores yang diolah dari fermentasi sadapan pohon lontar. Malam hangat itu ditutup dengan Ja’i, sebuah tarian massal yang hangat dan akrab.


Etnika Seni Budaya
Arena panggung di Pekan Pesona Flores diramaikan tarian dan musik etnik Flores sejak sore hingga malam hari. Dibuka dengan Gili Ole, sebuah tarian perang yang mengisahkan semangat perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan. Diiringi irama Glebak dan Sora dari musik gong-waning menampilkan syair adat, pertarungan, dan pesta pora kemenangan. Tarian ini dibawakan oleh siswa-siswi SDK 028 Hewokloang dengan ornamen ja'i (tombak), perisai, bulu itik, giring-giring di kaki, dan pengikat kepala. Ada pula tarian Gasa Mada Oleh Dadi yang berasal dari Sumba Barat Daya. Gerakan penarinya yang gemulai mengajari kita untuk menjalin persaudaraan dengan hati dan lemah lembut.


Sentra Produksi Gerabah
Di Flores, banyak rumah masih menggunakan tungku api dan gerabah saat memasak. NOVA pun mengunjungi sentra pembuatan gerabah di Desa Wolokoli, Kecamatan Bola. Secara turun-temurun Corficarnus Nong Magnus (35) menjadikan gerabah sebagai salah satu sumber pendapatannya. Tanah lempung dan tanah cadas adalah bahan baku pembuatan gerabah, pot bunga, dan aneka wadah lainnya. Dengan proses produksi 2-3 hari, tangan terampil Magnus mampu memenuhi pesanan gerabah dari luar desa dan pasar tradisional. “Ada motif etnis asli Sikka yang jadi daya tarik, sampai saya diundang pameran oleh Pemkab. Meski sudah ada bahan aluminium, warga tetap perlu gerabah untuk masak. Terutama para pembuat moke,” ujar Magnus.

Napak Tilas Sejarah & Rohani
Di Museum Blikon Blewut, museum terbesar dan terlengkap di Provinsi NTT, sejarah Flores terekam. Terletak 4 Km dari Kota Maumere, museum ini menyimpan alat kebudayaan pra-sejarah, berbagai fosil dan artefak dari zaman batu, perunggu, megalitikum, dan berbagai artefak kesenian lain.

Namun jika sudah sampai di Sikka, hamparan sejarah siap untuk ditelusuri. Selama 1,5 jam perjalanan dari Maumere, mata akan dimanjakan deretan perbukitan ilalang, perkebunan kokoa, jambu mete, dan kelapa di lereng gunung, hingga Laut Sawu yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Di ujung jalan yang terjal dan cukup berliku, berdiri dengan kokoh Gereja Santo Ignatius yang lebih sering disebut Gereja Tua Sikka yang dibangun oleh Pastor Y. Engbers pada zaman Portugis (1899). Meski telah berusia lebih dari seabad, gereja kebanggaan umat Katolik Sikka ini tetap kokoh dan terawat.

Tak jauh dari gereja tersebut, di bibir pantai berdiri Rumah Raja Sikka. Rumah panggung setinggi dua meter beratapkan rumbia dengan nuansa kayu kelapa ini terlihat kurang terurus. Padahal, banyak turis asing terutama dari Portugis yang mengunjungi tempat ini untuk mengenang nenek moyang mereka.

Mengarah ke pantai selatan dari Kota Maumere, terdapat Desa Lela. Objek wisata rohani Wisung Fatima adalah tempat ziarah yang paling terkenal di sini. Kerap dikunjungi peziarah dari kota-kota besar di Pulau Jawa, Wisung Fatima Lela menyimpan Patung Bunda Maria, relief-relief Peristiwa Rosario, dan Stasi Jalan Salib.


Tenun Ikat
NOVA bertemu Sebina Keron (68) di desa perajin tenun Nita, Kabupaten Sikka. Perempuan yang akrab disapa Mama Sebina ini telah menenun sejak belia. Di tengah gempuran teknologi dan modernisasi, Sebina adalah salah satu penenun yang teguh menggunakan cara-cara tradisional. “Membuat kain tenun itu lama, jadi harus tekun,” ujar ibu enam anak ini. Ia berharap, motif khas tenun ikat Sikka tetap terjaga, seperti korosang, nagalalang, sesa we’or, mawarange (mawarani). “Motif ini dari leluhur kami. Ada makna dan cerita dari setiap motif. Itu yang harus dipertahankan pada generasi penerus (anak muda).”

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehari-hari Sebina mengikat benang, mencelup, dan memberi warna pada benang. “Kami kerja berkelompok lalu hasilnya dijual ke sanggar. Mereka mengumpulkan kain dari masing-masing rumah warga. Dari sanggar dijual lagi ke luar daerah bahkan hingga luar negeri.” Mama Sebina biasa menjual kain mulai harga Rp 300 ribu, padahal di kota besar bahkan luar negeri, selembar kain tenun ikat dihargai jutaan rupiah. Sungguh ironis dengan pendapatan yang diterima perajin aslinya. “Murah memang, apalagi itu motif asli Sikka, saya sampai dimarahi anak saya. Tapi kami kan butuh uang.”

Disergap Pantai Cantik
Menyusuri bagian utara pulau, NOVA dibuat terkesima oleh keindahan Pantai Tanjung Kajuwulu, Magepanda. Pasir putih, laut tenang yang bening, dan deretan perbukitan hijau membuat NOVA seakan terperangkap di dalam sebuah lukisan alam di kanvas.

Pemandangan berbeda tersaji di bagian selatan pulau, tepatnya di wilayah Bola. Dari tepi Pantai Nuba Baluk, gulungan ombak berlapis diiringi buih putih. Di tengahnya terdapat sebuah batu karang yang ditancapi salib setinggi 3 meter. Sebutannya Watu Cruz atau Batu Salib. Konon, Bangsa Portugis dalam perjalanan misionaris menyebarkan agama Katolik di wilayah Indonesia Timur telah tiba di Bola dan menandai wilayah ini dengan salib. Selain kedua pantai tersebut, belasan pantai lain yang masih perawan alias belum terjamah menanti untuk dikunjungi.


tabloidnova.com
Habis Baca Dan Lihat jangan lupa Komentarnya... Thanks Jika Anda Suka Silahkan Share...

Artikel Terkait

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... Silahkan Cari Artikel lainnya Disini Yang Lebih HOT Dan Menarik
Process Loading... Mohon Menunggu.
2leep.com