Penderita HIV AIDS tidak hanya mengalami kerugian dalam karena menyebabkan kondisi tubuh yang berkurang tetapi juga mengalami kerugian ekonomi akibat sakit.
Sebagai ilustrasi pada kasus seorang pasien penderita HIV positif yang sudah mengalami infeksi oportunistik dan sudah masuk ke tahap penyakit- penyakit seperti, candida, TBC, CMV (sitimegalovirus), hingga hepatitis C.
Hal itu dikatakan oleh Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas Prof Dr dr Alimin Maidin pada acara pengukuhan guru besarnya berjudul Kerugian Ekonomi Akibat HIV-AIDS dan Rokok di ruang senat universitas, gedung Rektorat Unhas, Tamalanrea, Makassar, Rabu (2/3/2011).
"Bagi penderita HIV tersebut, biaya yang harus dikeluarkan untuk obat-obatan dalam sehari perawatan bisa mencabi dana kurang lebih Rp 1 juta. Biaya ini belum termasuk biaya menghabiskan dana sekitar Rp 30 juta," ujarnya.
Pada pengguna narkoba suntik (penasun) lebih susah lagi karena 68 persen hingga 80 persen di antaranya berpotensi terkena hepatitis C yang obatnya termasuk mahal antara Rp 30 juta hingga Rp 60 juta-an per enam bulan.
Kerugian ekonomi timbul akibat beban ekonomi langsung yang ditanggung oleh keluarga dan masyarakat untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan penderita HIV dan AIDS yang amat mahal.
Sedangkan kerugian ekonomi tidak langsung terjadi karena menurinnya produktifitas kerja dan meningkatnya angka kematian usia produktif akibat AIDS. Hasilnya keluarga dan masyarakat miskin menjadi lebih miskin akibat penderitaan yang timbul akibat HIV AIDS.
Editor: Anita K Wardhani | Sumber: Tribun Timur | Tribunnews.com



